Muhammadiyah Usulkan Peniadaan Sidang Isbat, PBNU Sebut Tidak Bisa Tiba-tiba
Jakarta - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU menanggapi usulan dari Muhammadiyah mengenai peniadaan sidang isbat untuk menentukan awal bulan puasa atau 1 Ramadan.
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf mengatakan sidang isbat sudah menjadi aturan dari pemerintah. Sehingga butuh proses yang panjang untuk menghapusnya.
Muhammadiyah Usul Meniadakan Sidang Isbat Awal Ramadan, Ini Tanggapan Peneliti BRIN
"Enggak bisa, misalnya Menteri Agama tiba-tiba bilang tahun ini enggak ada sidang isbat. Kalau gitu kami juga akan protes karena sudah jadi aturan," kata Yahya dalam jumpa pers di Jakarta Pusat pada Sabtu, 9 Maret 2024.
Sebetulnya, lanjut dia, sidang isbat diselenggarakan untuk menjaga harmoni masyarakat. Terutama pada saat Ramadan dan Idul Fitri.
"Setahu saya, bahkan dulu yang mengusulkan sidang isbat itu dari Muhammadiyah," ucap Yahya.
PBNU Khawatir Malapetaka di Gaza Jadi Status Quo
Yahya menegaskan, Nahdlatul Ulama tetap berpandangan bahwa awal Ramadan dan Idul Fitri ditentukan dari hasil rukyah hilal. Tapi karena ada aturan pemerintah soal sidang isbat, maka NU menyandarkan diri pada hasil sidang tersebut.
"Para Kyai NU bahkan menyatakan tidak boleh mengumumkan pandangan yang berbeda dari pemerintah, kalau sudah ada penetapan isbat dari pemerintah," tutur Yahya.
Sebelumnya diberitakan, Pimpinan Pusat atau PP Muhammadiyah mengusulkan peniadaan sidang isbat penentuan awal Ramadan. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, mengkonfirmasi hal ini.
"Dengan tidak diadakan isbat, lebih menghemat anggaran negara yang secara keuangan sedang tidak baik-baik saja," ucap Mu'ti lewat pesan tertulis kepada Tempo, Sabtu.
Dia menjelaskan, pemerintah menggunakan kriteria MABIMS, yakni kesepakatan Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Sehingga Pada saat awal Ramadan, posisi hilal di bawah 1 derajat dan di atas 6 derajat pada saat akhir Ramadan.